Total Pageviews

Wednesday, January 18, 2012

Petani Ketar-Ketir, Nelayan “Cuti” Melaut

260 Hektare Sawah Puso, Modal pun Habis Gelombang Tinggi
BANJARMASIN – Ribuan petani di Kalsel bakal “ketar-ketir” akibat sawah mereka yang terancam puso. Curah hujan yang tinggi menyebabkan 260 hektare sawah puso hingga Januari ini. Penyaluran bantuan pun agak sulit lantaran tidak melalui Dinas Pertanian, melainkan Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD). Tak hanya itu, nelayan pun terancam tak bisa melaut akibat gelombang tinggi. Bantuan dari pemerintah pusat dengan total 100 ribu hektare sawah yang akan dibantu juga masih belum jelas berapa alokasi untuk Kalsel. Masalahnya, jatah bantuan untuk 100 ribu hektare sawah rusak, harus dibagi-bagi ke seluruh provinsi di Indonesia. “Kasihan petani Kalsel, kebanyakan sawah mereka puso, namun bantuan untuk mereka perlu administrasi yang tak mudah,” ungkap anggota Komisi II DPRD Kalsel, Gusti Perdana kepada Radar Banjarmasin kemarin (18/1) siang. Untuk penyaluran bantuan kepada petani, lanjut Perdana, dari pemerintah provinsi tak berbentuk uang, namun bibit padi. Sehingga para petani kembali bisa bertanam dengan bibit yang ada. Biasanya setelah sawah mereka puso, petani kehabisan modal untuk kembali bertanam. “Petani akan dibantu berupa bibit untuk kembali bertanam,” lanjutnya. Perdana mempertanyakan penyaluran bantuan untuk petani yang tak lagi disalurkan melalui dinas pertanian. Bantuan akan disalurkan melalui BPBD masing-masing daerah. “Kalau langsung dari dinas pertanian kan lebih mudah, karena lebih mengetahui lahan pertanian,” ucapnya. Dijelaskannya, proses untuk mendapatkan bantuan juga perlu proses agak panjang. Untuk bisa mendapat bantuan, petani harus terdaftar dan diverifikasi oleh pemerintah kabupaten. Kemudian pemerintah kabupaten mengajukan permohonan bantuan kepada Gubernur, lalu Gubernur meminta BPBD menindak lanjutinya. “Saya kira cukup panjang prosesnya, jadi ini yang akan dikawal, agar bantuan ini bisa sampai kepada petani yang sawahnya puso,” paparnya. Janji pemerintah untuk memberikan ganti rugi sebesar Rp 3,7 juta per hektare pun masih menjadi tanda tanya. Sampai sekarang masih belum ada kejelasan, berapa dana yang akan disuntikkan ke Kalsel. Padahal Kalsel digadang-gadang sebagai provinsi swasembada pangan. “Makanya ini masih belum jelas, berapa alokasi untuk Kalsel belum ada kepastian, pemerintah menyediakan anggaran untuk mengganti 100 ribu hektare sawah rusak , dibagi-bagi ke seluruh Indonesia, namu tak tahu untuk Kalsel berapa,” tandasnya. Tak sampai disitu, kondisi cuaca di tengah musim penghujan menyebabkan gelombang laut meninggi dan sesekali terjadi badai. Nelayan kebanyakan memilih tak melaut dengan resiko gelombang tinggi tersebut. Akibatnya, nelayan terancam kehilangan mata pencaharian dari hasil laut. “Bukan hanya petani yang kesusahan, para nelayan juga menjumpai nasib yang sama. Mereka terpaksa cuti melaut karena gelombang yang tinggi. Makanya kita meminta pemerintah daerah di Tanah Bumbu, Kotabaru, dan Tanah Laut bisa memberi bantuan bagi nelayan,” kata ketua Komisi II DPRD Kalsel, Ihsanuddin. Sampai sekarang, sambung Ihsanuddin, menurut informasi yang diterimanya, gelombang laut bisa mencapai tiga meter, dan akan semakin tinggi jika ada badai. Kalau nelayan tetap nekat melaut, maka akan sangat beresiko bagi keselamatan mereka. “Sangat berbahaya jika memaksakandiri melaut. Gelombang kian meninggi,” urainya. Oleh karena itu pemkab diminta bergerak pro aktif untuk membantu nelayan di daerahnya. (sip)

No comments:

Post a Comment