Total Pageviews

Saturday, January 7, 2012

Kalsel Kekurangan Gula

Dewan Desak Bertemu Menperindag BANJARMASIN – Hingga 2012 pasokan gula untuk Kalsel masih belum mencukupi. Apalagi dalam surat keputusan (SK) Menperindag No 527/MPP/Kep/9/2004, masih membatasi impor gula rafinasi di wilayah timur Indonesia termasuk Kalsel. Padahal Kalsel belum mempunyai pabrik gula sendiri. Selama ini yang beredar di masyarakat adalah gula kristal putih dan gula rafinasi, namun karena produksi gula kristal putih (gula lokal, Red) yang tidak mencukupi, terkadang membuat harga gula melonjak. Selain pasokannya kurang, masyarakat cenderung memilih gula rafinasi karena lebih putih, halus, dan tidak berampas seperti gula kristal putih yang agak kekuningan. Komisi II DPRD Kalsel, yang membidangi masalah perekonomian sendiri sudah berulang kali mendesak untuk bertemu dengan Menperindag. Namun keinginan bertemu itu selalu gagal dengan alasan Menperindag sedang ke luar negeri dan tidak berada di tempat. “Kita sudah berulang kali mengirimkan surat untuk meminta pertemuan dengan Menperindag membahas masalah gula ini. Sampai sekarang selalu gagal, alasannya karena sedang ke luar negeri,” ungkap Burhanudin, anggota Komisi II DPRD Kalsel dari fraksi PBR kemarin (7/1) siang. Komisi II bermaksud meminta Menperindag untuk membiarkan dan tidak membatasi impor gula rafinasi ke Kalsel dengan mencabut SK Menperindag No 527/MPP/Kep/9/2004 tersebut. Hal ini dikarenakan Kalsel sampai sekarang belum memiliki pabrik gula sendiri. Selain itu konsumsi gula di Kalsel cukup tinggi, sehingga jika pasokan gula hanya bergantung pada gula kristal putih, harga gula sewaktu-waktu bisa melonjak tajam. “Kita sebenarnya meminta kebijaksanaan dari Menperindag. Kalsel berbeda dengan provinsi lain, kita tak mempunyai pabrik gula sendiri, nah kalau gula rafinasi dibatasi, harga gula bisa melonjak,” paparnya. DPRD Kalsel sendiri tergabung dalam Kaukus wilayah timur yang membidangi masalah keuangan dan perekonomian. Anggota kaukus ini terdiri dari Kalsel, Kaltim, NTB, Bali, Sulawesi Utara, Sulawesi Selatan dan Maluku. Kaukus juga pernah meminta pertemuan dengan Menperindag untuk membahas gula rafinasi, namun hingga sekarang tak bisa bertemu. Burhan mencurigai, ada semacam mafia gula nasional yang menyebabkan hal ini. “Bukan apa-apa, kita curiga ada jaringan mafia gula, sehingga kita terkesan dipersulit dan diperlambat,” cetusnya. Lebih lanjut ia menjelaskan, di wilayah timur Indonesia masih kekurangan sekitar 270.000 ton gula. Karena produksinya hanya 1.380.000 ton, sedangkan kebutuhannya mencapai 1.650.000 ton. Kekurangan itu bisa ditutupi dengan gula rafinasi. “Sebenarnya kekurangan gula ini bisa ditutupi dengan gula rafinasi. Nah masalahnya, Menperindag sampai sekarang masih belum membuka keran diskusi dengan kita,” kata Burhan. (sip) Syam : serba salah. Kalau gula rafinasi di biarkan, sama saja mematikan petani tebu lokal. tapi kalau nggak Kalsel kekurangan. Makanya Kalsel jangan mikirin tambang mulu dong, bikin tu pabrik gula di sini...

No comments:

Post a Comment